Selasa, 05 Juli 2011

Cara mencintai wanita yg tidak kita cintai

Memasuki dunia pernikahan berarti membuka pengalaman menyingkap misteri peradaban baru. Penyatuan dua individu dengan karakter dan kebudayaan yang berbeda adalah sebuah pekerjaan penting. Ada banyak kejutan tentang suasana jiwa, perasaan, logika, perubahan alamiah baik fisik maupun psikologis. Nah saatnya untuk saling mengenal. Dalam proses pengenalan tidak jarang terjadi konflik antara suami istri. Cerita berikut adalah salah satu contohnya.

Rika dan Andi adalah pasangan muda. terpaksa terpisah karena Andi harus ke Menado untuk urusan bisnis, sedangkan Rika tidak bisa ikut suaminya karena masih harus menyelesaikan dua semester lagi kuliahnya di salah satu universitas di kotanya. Bagi sepasang suami istri seperti mereka, perpisahan adalah perjalanan panjang dan melelahkan. Cukuplah tiga bulan merasai rindu memuncak hingga keubun-ubun. Sampai akhirnya Andi mendapat cuti dan bisa pulang menemui istirnya.

Kabar bahagia itu sontak membuat Rika menjadi berbunga-bunga. Berbagai hal dipersiapkan untuk menyambut kepulangan suaminya, termasuk melakukan perawatan diri. Seharian Rika menghabiskan waktu di salon langganannya. Segala jenis perawatan dari rambut hingga kuku kaki dijalaninya. Tak lupa juga Rika membeli gaun baru. Ia sangat menyadari bahwa berdandan untuk suami adalah keharusan. Bahkan dalam Islam, itu adalah ibadah. Sebuah janji pertemuan perdana pasca perpisahan panjang pun dirancang matang-matang. Sebuah makan malam romantis di café terpung di pinggir pantai.

Tibalah waktu yang dinanti-nanti. Mereka bertemu dan saling melepas rindu. Dengan hidangan menggoda selera serta suasana yang mendukung, mereka mulai membuka percakapan.

“Kamu kok kurus sekali sayang? Kamu diet ya?” Tanya Andi pada Rika. “Ia sayang, kurasa dulu aku terlalu gendut. Makanya aku diet” jawab Rika. Andi mengangguk, “Ooo, kamu potong rambut ya? Potong rambut dimana?”. “Bisalah sayang, di Salon langganan, bagus gak?” Tanya Rika penasaran. Singkat Andi menjawab, “Bagus”. Rika pun tersenyum kecut.

“Oh iya sayang, ole-olenya mana? Ada kan?”. Rika mulai mencari-cari, bersiap mendapat kejutan manis. Andi membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak, “Nih, ada ikan fufu dan manisan pala, makanan khas Menado. Kamu coba deh.. ini rekan kerja yang kasi waktu ngantar aku ke bandara.” Lagi-lagi Rika tersenyum kecut, “Makasih sayang, tapi.. kamu gak beli sesuatu untuk aku?” tanyanya lagi. Andi menjawab dengan wajah memerah “Aduuh, maaf ya sayang, aku gak tau mau beli apa buat kamu. Aku gak tau kamu sukanya apa.” “eh, tapi kamu senang kan kita berkumpul lagi?” mencoba menghibur. “iya lah, aku senang” jawab Rika dengan pelan.

Andi melanjutkan pembicaraan, “sayang kamu cerita dong, apa aja yang terjadi selama aku pergi?”

“Banyak,….” Rika mulai bercerita panjang lebar hal-hal yang terjadi selama Andi pergi dan semua unek-uneknya. Andi mendengarkan, sesekali bergumam “hmmm,..” sesekali mengangguk, sedang matanya memandang ke arah laut. Kemudian Rika berhenti berbicara dan bertanya,”Kamu dengar aku kan?” Andi lalu melihat wajah Rika, “Iya sayang, aku dengar kok, lanjutkan aja ceritanya.” Rika protes, “Tapi kamu tidak melihatku”. Andi tersenyum kemudian menatap Rika, “Aku dengar kok sayang, tadi sampai dimana?”.

Wajah Rika kemudian berubah padam, “Sudah, lebih baik aku pulang saja. Pertemuan kita sama sekali tidak menyenangkan.” Kata Rika dengan suara bergetar. Ia lalu berdiri mengambil tas dan berjalan meninggalkan Andi. Andi mengejar dan menarik tangan Rika,” Sayang, apa yang terjadi? Aku dengar kamu bicara kok, percaya lah?”. Rika diam saja, mencoba melepas tangannya dari genggapaman Andi. wajahnya cemberut. Matanya mulai berkaca-kaca. Andi menggenggam lebih kencang, “Sayang, duduk dulu. Kita bicarakan, okey?.. aku sangat merindukanmu” akhirnya Rika pun duduk kembali.

Andi bertanya dengan perasaan bingung, “Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Tadi kita ngobrol baik-baik saja, tiba-tiba kamu marah tanpa sebab.” Rika cuma diam dan menunduk. Air matanya mengalir semakin deras. Andi berbicara lagi, “sayang, aku sedih kalo kamu begitu.. bicaralah sayang, ada apa?”.

Rika kemudian berbicara terbata-bata, “Aku mau pulang.” Sejenak terdiam, “Baik sayang kita pulang.” “Nggak, aku pulang sendiri. Kamu di sini saja dulu, tolong pikirkan apa yang terjadi. Kalau kamu sudah ngerti, baru boleh pulang. Aku tunggu di rumah saja. Moga pertemuan berikutnya lebih menyenangkan. Sampai jumpa nanti” Rika kemudian berdiri dan berbalik pergi dengan langkah cepat meninggalkan Andi.

Andi bingung apa yang terjadi. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang membuat Rika begitu marah dan sedih. Berkali-kali ia mengulang mengingat kejadian-kejadian maupun perkataan-perkataan yang ia keluarkan tadi, tapi rasa-rasanya tidak ada yang salah, semuanya baik-baik saja. Lama Andi termenung memikirkannya. Ia tidak mengerti mengapa wanita bisa sangat ceria awalnya kemudian berubah sangat sedih dalam hitungan menit. Apa yang ada difikiran Rika???

Di rumah, Rika menangis tersedu-sedu. Matanya berngkak. Dia tidak menyangka makan malam romantisnya sama sekali tidak romantis. Ia mengganti gaunnya dengan daster lusuh. Menghapus mike up yang menghias di wajahnya sambil mengomel, “Percuma aku dandan, Andi juga tidak melihatku. Dia tidak bilang aku cantik, malah mengomentari badanku yang kurus. Ahh.. mungkin aku ini memang jelek di matanya” Rika terus menatap wajahnya dicermin sambil mengomel. Dia mungkin lupa niat awalnya bahwa dandan untuk suami adalah ibadah. Bukan itu lagi yang difikirnya. Melainkan, “Mengapa aku selalu gagal menarik perhatian suami dengan dandananku.” Mengapa Andi sulit sekali memahami perasaan istrinya, memberi hadiah kecil pun tidak. “Ahh.. mungkin aku memang tidak pantas untuk mendapatkannya…” gumam Rika.

Pria dan wanita adalah dua makhluk yang berbeda. Yang kemudian disatukan Allah dalam sebuah pernikahan “Supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,…”(QS. Ar Ruum:21)

Perbedaan dua makhluk ini bukannya tidak bisa disatukan. Justru perbedaan itu menjadi ritme yang menciptakan musikalisasi yang indah. Tugas kita memahami perbedaan itu kemudian memadukannya menjadi dua sisi yang beriringan dan saling melengkapi.

Mengapa wanita sangat mudah jatuh cinta pada pria yang ia kenal lewat jejaring social FB atau pun twiter padahal ia belum pernah melihat rupanya. Hanya dengan membaca tulisan-tulisannya mereka bisa sangat tersanjung. wanita bisa jatuh cinta hanya dengan menutup kedua matanya.

Mengapa pria tidak akan mungkin mau menerima kucing dalam karung. Hal yang mungkin saja bisa diterima oleh sebagian wanita.

Jawabannya adalah, karena pria jatuh cinta dengan matanya sedangkan wanita jatuh cinta dengan telinganya.

Hal itu sangat disadari oleh Rika. Itulah sebabnya, ia mengkhususkan diri berhias untuk suaminya. Akan tetapi apa yang diharapkan Rika dari suaminya berupa pujian dan rayuan tidak ia dapatkan. Kejadian itu membuatnya kehilangan kepercayaan diri. Ia menyangka suaminya akan memberikan kejutan manis. Sayangnya, pria termasuk Andi bukanlah pesulap yang mampu membaca pikiran wanita. Segala keinginan wanita yang tidak terbahasakan tidak mungkin akan diketahui oleh pria.

Berbeda dengan pria, wanita memiliki kepekaan yang lebih tinggi. Mereka mampu membaca sinyal bahasa tubuh, vocal maupun verbal orang lain. Sehingga mereka sangat mudah memahami apa yang dirasakan dan diinginkan orang lain. Wanita menganggap pria juga memiliki kemampuan itu. Menganggap pria bisa memahami apa yang dirasakan, dibutuhkan dan diinginkan oleh wanita. Maka, apabila yang terjadi tidaklah demikian, maka mereka akan menganggap pria itu tidak peka. Padahal, pria bukanlah pembaca pikiran.

Wanita tidak mampu berbicara secara to the point. Mereka berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat atau kalimat-kalimat tidak langsung, alias muter-muter. Sedangkan pria berbicara dengan to the point, secara langsung dengan kalimat yang pendek-pendek.

Mengolah kosakata dengan benar bukanlah keahlian dasar wanita. Sehingga ketepatan arti menjadi tidak relevan bagi mereka. Sering sekali mereka mengatakan sesuatu tapi tidak sesuai dengan maksud mereka. Sedangkan pria sangatlah peka terhadap perkataan. Dia menanggapinya secara harafiah dan literal, apa adanya, kata per kata sesuai dengan arti dasarnya. Maka tidak jarang antara suami dan istri terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Sang istri mengatakan, “Kamu memang gak pernah mau membantuku mengerjakan pekerjaan rumah.” Sang suami menjawab, “Kenapa kamu bilang gak pernah, kemarin kan aku yang membuang sampah.” Sebenarnya maksud sang istri, bukan tidak pernah, tapi jarang. Hanya saja yang keluar dimulutnya adalah kalimat “gak pernah”. Kalimat itu diartikan oleh suami bahwa sang istri tidak menghargai suaminya.